Rabu, 07 November 2018

Makalah Ulumul Qur'an - MUNASABAH AL-QUR-AN


MUNASABAH AL-QUR-AN
Oleh Kelompok 11

A.    Pendahuluan
Al-Qur’an adalah kalam Allah yang sekaligus merupakan mukjizat, yang diturunkan kepada Muhammad SAW yang disampaikan kepada umat manusia secara langsung (al tawatur) dari Rasul kepada umatnya yang kemudian termaktub dalam mushaf. Kandungan pesan Ilahi yang disampaikan nabi pada permulaan abad ke-7 itu telah meletakkan basis untuk kehidupan individual dan sosial bagi umat Islam dalam hal segala aspeknya. Al-Qur’an berada tepat di jantung kepercayaan muslim dan berbagai pengalaman keagamaannya. Tanpa pemahaman Al-Qur’an, kehidupan kaum muslimin dan muslimat baik aspek pemikiran maupun kebudayaan pasti akan sulit untuk dipahami.
Adanya pengetahuan tentang korelasi (munasabah) ini berawal dari kenyataan bahwa sistematika Al-Qur’an sebagaimana terdapat dalam Rasm Utsmani sekarang tidak berdasarkan pada kronologis turunnya, itulah sebabnya terjadi pebedaan pendapat di kalangan kaum ulama salaf tentang urutan surah dalam Al-Qur’an. Pendapat tersebut ialah, pertama bahwa hal itu didasarkan pada tauqifi atau berasal dari nabi. Kedua, berpendapat bahwa hal itu didasarkan pada ijtihad. Kehadiran Al-Qur’an dan misi risalah Nabi Muhammad SAW yang selalu mengundang perhatian berbagai pihak untuk mengundang perhatian berbagai pihak untuk mengadakan studi. Aspek kajiannya terus berkembang baik dari aspek ilmiah maupun aspek non ilmiah.
Melihat latar belakang tersebut, penyusun berniat memaparkan sebuah materi mengenai munasabah Al-Qur’an. Sebenarnya apa pengertian atau definisi dari munasabah Al-Quran? Apa saja macam-macam dari munasabah Al-Qur’an itu sendiri? Lalu apa saja kegunaan atau urgensi dalam mempelajari munasabah Al-Qur’an? Dalam makalah ini penyusun akan menjelaskan secara mendetail.
B.     Pembahasan
1.      Pengertian Munasabah Al-Qur’an
Kata munasabah secara etimologi, menurut As-Suyuthi berarti al-musyakalah (keserupaan) dan al-muqarabah (kedekatan). Tanasub dan munasabat berasal dari akar kata yang sama, yaitu al-munasabat, al-muqarabah, al-musyakalah mengandung arti berdekatan, bermiripan, atau keserupaan. Dalam hal ini keserupaan dan kedekatan dari segi Al-Qur’an. Dengan kata lain, munasabah dapat diartikan sebagai macam-macam hubungan dan persambungan serta kaitan dari ayat-ayat al-Qur’an yang satu dengan yang lain dan antara surah Al-Qur’an yang satu dengan yang lain dalam berbagai bentuk persesuaian dan persambungan.
Menurut pengertian terminologi, munasabah dapat didefenisikan sebagai berikut:
a.       Menurut Az-Zarkasyi

سخيف هو الشيء الذي لا يمكن فهمه. عندما واجه السبب، لا بد من قبول هذا السبب.
Artinya: Munasabah adalah suatu hal yang dapat dipahami. Tatkala dihadapakan kepada akal, pasti akal itu akan menerimanya.[1]
b.      Menurut Manna’ Al-Qathan
سخيف هو الرابط بين بعض العبارات في فقرة، أو بين الفقرات في بضع فقرات، أو بين الحروف
Artinya: Munasabah adalah sisi keterikatan antara beberapa ungkapan didalam suatu ayat, atau antar ayat pada beberapa ayat, atau antar surat (didalam Al-quran).
c.       Menurut Ibnu Al-‘Arabi
سخيف هو المرفق إلى آيات من القرآن الكريم حتى كما لو أنه هو تعبير عن أن لديها وحدة المعنى وتحرير النظام. سخيف هو العلم الذي هو كبير.
Artinya: Munasabah adalah keterikatan ayat-ayat Al-quran sehingga seolah-olah merupakan satu ungkapan yang mempunyai kesatuan makna dan keteraturan redaksi. Munasabah merupakan ilmu yang sangat agung.
d.      Menurut Al-Biqa’i
Munasabah adalah suatu ilmu yang mencoba mengetahui alasan-alasan dibalik susunan atau urutan bagian –bagian Al-quran, baik ayat dengan ayat, atau surat dengan surat.[2]
Cara mengetahui munasabah dapat dilakukan dengan hal-hal di bawah ini:
a.       Harus diperhatikan tujuan pembahasan suatu surat yang menjadi objek pencarian.
b.      Memperhatikan uraian ayat-ayat yang sesuai dengan tujuan yang dibahas dalam surat.
c.       Menentukan tingkatan uraian-uraian itu, apakah ada hubungannya atau tidak.
d.      Dalam mengambil kesimpulannya, hendaknya memperhatikan ungkapan-ungkapan bahasanya dengan benar dan tidak berlebihan.
2.      Macam- Macam Munasabah Al- Qur’an
a.    Munasabah dari segi sifat atau keadaan
1)      Zhahir al-ithibath (jelas)
Persesuain antara bagian ayat  al-qur’an  yang satu dengan yang lain tampak jelas dan kuat. Karena begitu kuatnya kaitan antara keduanya, sehingga yang satu tidak dapat menjadi kalimat yang sempurna jika dipisahkan dengan kalimat yang lainnya.[3]  Q.S. Ali ‘Imron ayat 134: hubungan antara ayat 134 dan 135 tampak jelas. Masing-masing merupakan ciri-ciri orang yang bertakwa.
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ (١٣٤) وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلا اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ (١٣٥).
134. (yaitu) orang-orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema’afkan (kesalahan) orang lain. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan.
135. Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menzalimi diri sendiri, segera mengingat Allah, lalu memohon ampunan atas dosa-dosanya, dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa-dosanya selain Allah? Mereka pun tidak meneruskan perbuatan dosa itu, sedang mereka mengetahui.

2)      Kyafiyyu al-irtibath (tidak jelas)
Kolerasi antara bagian ayat al-qur’an yang tidak tampak secara jelas, seakan-akan masing-masing ayat itu berdiri sendiri karena ayat yang satu di’athaf-kan kepada yang lain.[4]
Q.S. Al Baqoroh ayat 189-199 :
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الأهِلَّةِ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ وَلَيْسَ الْبِرُّ بِأَنْ تَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ ظُهُورِهَا وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنِ اتَّقَى وَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ أَبْوَابِهَا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (١٨٩)
 ثُمَّ أَفِيضُوا مِنْ حَيْثُ أَفَاضَ النَّاسُ وَاسْتَغْفِرُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (١٩٩)
189. Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: “Bulan sabit adalah penunjuk waktu bagi manusia dan (bagi ibadah) haji.” Dan bukanlah suatu kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan adalah kebajikan orang yang bertakwa. Masukilah rumah-rumah dari pintu-pintunya, dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.
199. Kemudian bertolaklah kamu dari tempat orang-orang banyak bertolak (‘Arafah) dan mohonlah ampunan kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Dijelaskan pada ayat 189 bahwa bulan tsabit yang merupakan tanggal sebagai tanda waktu untuk jadwal pelaksanaan haji. Sedangkan pada ayat 199 pada dasarnya pada saat haji itu umat islam dilarang menumpahkan darah (berperang), tetapi jika mereka diserang terlebih dahulu oleh musuh, maka serangan tersebut harus dibalas walaupun pada musim haji.

b.      Munasabah dari segi materi
1)      Munasabah antara ayat al-qur’an
Merupakan hubungan antara ayat yang satu dengan yang lainnya.
Mencari munasabah dalam sisi hubungan (‘athaf) dibagi menjadi:
a)      Munasabah secara langsung (menggunakan huruf ‘athaf) yaitu dua makna yang mengandung satu segi yang dapat disinkronkan, sehingga sehingga keduanya sesuai dan serupa walaupun tidak sejenis. Dijelaskan dalam Q.S. Al Baqoroh: 102.[5]
وَاتَّبَعُوا مَا تَتْلُو الشَّيَاطِينُ عَلَى مُلْكِ سُلَيْمَانَ وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلَكِنَّ الشَّيَاطِينَ كَفَرُوا يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ وَمَا أُنْزِلَ عَلَى الْمَلَكَيْنِ بِبَابِلَ هَارُوتَ وَمَارُوتَ وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّى يَقُولا إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلا تَكْفُرْ فَيَتَعَلَّمُونَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهِ وَمَا هُمْ بِضَارِّينَ بِهِ مِنْ أَحَدٍ إِلا بِإِذْنِ اللَّهِ وَيَتَعَلَّمُونَ مَا يَضُرُّهُمْ وَلا يَنْفَعُهُمْ وَلَقَدْ عَلِمُوا لَمَنِ اشْتَرَاهُ مَا لَهُ فِي الآخِرَةِ مِنْ خَلاقٍ وَلَبِئْسَ مَا شَرَوْا بِهِ أَنْفُسَهُمْ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ (١٠٢)
102.Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh setan-setan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu melakukan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir, tetapi setan-setan itulah yang kafir, mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua malaikat di negeri Babil Yaitu Harut dan Marut, padahal keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seseorang sebelum mengatakan, “Sesungguhnya kami hanyalah cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir.” Maka mereka mempelajari dari kedua Malaikat itu sesuatu yang dapat memisahkan antara seorang (suami) dengan istrinya. Mereka (ahli sihir) tidak akan dapat mencelakakan seseorang dengan sihirnya kecuali dengan izin Allah. Mereka mempelajari sesuatu yang mencelakakan, dan tidak memberi manfaat kepada mereka. Dan sungguh, mereka sudah tahu, barang siapa yang menukar (kitab Allah) dengan sihir itu, niscaya tidak akan mendapat keuntungan di akhirat. Sungguh, sangatlah buruk perbuatan mereka yang menjual dirinya dengan sihir, sekiranya mereka tahu.
b)      Munasabah secara tidak langsung (tidak menggunakkan huruf ‘athaf) yaitu menurut al-zarkasyi, mempunyai sandaran yang mengisyaratkan adanya hubungan kalimat “al-qarinah al-maknawiyyah”.[6]
Untuk itu ada beberapa kategori sebagai berikut :
(a)   Tanzhir (penyetaraan) merupakan munasabah ayat yang serupa.
 Q.S. Al-Anfal : 4-5
٤) أولٸك هم الموء منون حقا لهم درجات عند ربهم ومغفرة ورزق کریم
" Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rizki yang mulia"
٥﴿  کما أخرجك ربك من بیتك بالحق وإن فریقا من الموءمنون لکا رهون
" Sebagaimana Tuhanmu menyuruhmu pergi dari rumahmu dengan kebenaran, padahal sesungguhnya sebagian dari orang-orang yang beriman itu tidak menyukainya"

(b)   Mudladdah (kontradiksi) yakni munasabah yang terjadi antara ayat yang mencerminkan pertentangan.
Q.S.Al-Baqarah : 5-6
(٥﴿  أولٸك علی هدی من ربهم وأولٸك هم المفلخون
"  Mereka  itulah  yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhannya, dan merekalah orang-orang yang beruntung"
٦﴿ إن الذین کفروا سواء علیهم ءأنذرتهم أم لم تندرهم لا یوء منون
" Sesungguhnya orang-orang kafir sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak akan beriman"
(c)   Istithrad merupakan kaitan antara persoalan satu dengan lainnya.
Q.S. Al A'raf : 26-27
٢٦﴿ یابنی أدم قد أنزلنا علیکم لبا سا یواری سواتکم وریشا ولباسالتقوی ذلك خیر...
"Wahai anak Adam, sesungguhnya kami telah menurunkan pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik..."
٢٧﴿  کما أخرج أبویکم من الجنة ینزع عنهما لبا سهما لیریهما سوا تهما..
" Sebagaimana  ia (syetan) telah mengeluarkan kedua ibu bapaknya dari surga, ia meninggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan auratnya.."
Contoh lain dalam ﴾ص : ٥٤-٥٥﴿
﴾٥٤﴿ ن هذا لرز قنا ما له من نفاد
"  Sesungguhnya ini adalah benar-benar rizki dari kami yang tiada habis-habisnya. Beginilah (keadaan mereka)"
٥٥﴿ هذا وإنّ للطا غین لشرماب
"  Dan sesungguhnya bagi orang-orang yang durhaka benar-benar (disediakan) tempat kembali yang buruk"
(d)   Takhallush yakni bentuk perpindahan dari satu pembicaraan ke yang lain untuk membangkitkan semangat dan perasaan pembaca atau pendengar dengan sipisahkan oleh lafadz “hadza"
Dalam Q.S.ص : ٤٩)  هذا ذکر وإن للمتقین لحسن ماب
"Ini adalah kehormatan ( bagi mereka ). Dan sesungguhnya bagi orang-orang bertakwa benar-benar (disediakan) tempat kembali yang baik"[7]
(e) Takhallush dalam bentuk lain, yaitu perpindahan pmbicaraan topik semula kesuatu maksud tertentu dengan sedemikian rupa, sehingga pembaca atau pendengar tidak mersakan adanya perpindahan tersebut.
Q.S. Al A' raf :156
قال عذا بی أصیب به من أشاء ورحمتی وسعت کل شیء فسأ کتبها للذین یتقون ویوءتون الزکاة والذین هم بایاتنا یوءمنون
 Allah berfirman : Siksaku akan kutimpahkan kepada siapa saja yang aku kehendaki, dan rahmatku meliputi segala sesuatu. Maka akan aku tetapkan rahmatku untuk orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat kami"[8]
2)      Munasabah antara surah al-qur’an
Merupakan persesuaian yang satu dengan yang lain.
(a)   Munasabah antar nama surah
Antara nama surah dengan nama surah sesudahnya atau sebelumnya terdapat hubungan makna. Contohnya adalah surah 23 (Al Mukminun: orang-orang yang beriman), surah 24 (An-Nur: cahaya), dan surah 25 (Al-Furqon : pembeda).
(b)   Munasabah antar kandungan surah secara global dengan surah berikutnya
Misalnya, kandungan surah Al-Baqarah dengan Al-Fatihah. Keduanya memiliki akidah, ibadah, mu'amalah, kisah, dan janji serta ancaman.[9]
(c)   Munasabah antar awal surah dengan akhir surah
Surah Al-Baqarah misalnya, dimulai dengan masalah Al-Quran sebagai petunjuk bagi orang-orang beriman dan juga beriman kepada kitab suci terdahulu. Pada bagian akhirnya surat ini tentang keimanan Rasulullah SAW dan orang-orang beriman kepada kitab suci yang diturunkan kepada nabi yang tedahulu.
(d)   Munasabah antar akhir surah dengan awal surah berikutnya
Semua akhir surah itu berhubungan dengan awal surah berikutnya walaupun sudah dipisah dengan basmalah.
Dalam segi Huruf  Q.S.Al Fiil : 5
فجعلهم کعصف مأکول
 Lalu dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan ulat”
Kemudian dilanjut dengan Q.S.Al Qurasyi: 1
لإیلاف قریش
Karena   kebiasaan orang-orang Quraisyi”
Dalam segi Makna  Q.S.Al-Maidah :120
للّه ملك السموات والأرض وما فیهن وهو علی کل شیء قدیر
"  Kepunyaan allah   kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada di dalamnya, dan dia maha kuasa atas segala sesuatu”
Surah al- an'am : 1
الحمدﷲ الذی خلق السموات والأرض وجعل الظلمات والنور
“Segala puji bagi allah yang telah mencapai langit dan bumi, dan mengadakan gelap dan terang”
(e)   Munasabah awal surah yang terdiri dari huruf-huruf terpisah (al-ahruf al-muqaththa’ah) dengan huruf-huruf dalam surah yang sama. Dalam hubungan Al-Suyuthiy, surah - surah yang diawali dengan also-ahruf al-muqathatha'aha menandakan bahwa huruf dan kata yang terdapat didalam surah tersebut didominasi oleh huruf-huruf pembukanya itu, mulai dari surah Al Baqarah, Al 'Imron, Al A'raff, Yunus, dan seterusnya. [10]
3.      Urgensi dan Kegunaan Mempelajari Munasabah
Sudah sewajarnya, kita sebagai umat Islam harus mempelajari Al-Qur’an. Bukan hanya membaca saja, tetapi kita wajib harus mengetahui apa arti dan sebab-sebab (asbab an-nuzul) turunnya ayat tersebut. Sebagaimana an-nuzul, munasabah sangat berperan dalam mempelajari Al-Qur’an. Karena itu mempelajari munasabah juga tak kalah penting bagi kita umat Islam.
Mengenai kegunaan ilmu munasabah dapat dijelaskan dalam uraian berikut:
a)      Dapat mengembangkan bagian anggapan orang bahwa tema-tema Al-Qur’an kehilangan relevansi antara satu bagian dan bagian yang lainnya.
b)      Mengetahui antar persambungan/ hubungan antara bagian Al-Qur’an, baik antara kalimat atau antar ayat maupun antar surat.
c)      Dapat diketahui mutu dan tingkat ke-balaghah-an bahasa Al-Qur’an dan konteks kalimat-kalimatnya yang satu dengan yang lain, serta persesuaian ayat atau surat yang satu dari yang lain.
d)      Dapat membantu dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an setelah diketahui hubungan suatu kalimat atau ayat dengan kalimat atau ayat yang lain.[11]
e)      Mempermudah pemahaman Al-Qur’an.
f)       Membantu menfsirkan ayat-ayat Al-Qur’an setelah diketahui hubungannya.
g)      Menolak tuduhan bahwa susunan Al-Qur’an itu kacau.[12]

C.     Kesimpulan
1.      Secara etimologi, munasabah berarti al-musyakalah (keserupaan) dan al-muqarabah (kedekatan).
2.      Secara terminologi, munasabah diartikan oleh beberapa ahli Ulumul Quran, yaitu:
a.       Menurut Az-Zarkasyi: “Munasabah adalah suatu hal yang dapat dipahami. Tatkala dihadapakan kepada akal, pasti akal itu akan menerimanya.”
b.      Menurut Manna’ Al-Qathan: “Munasabah adalah sisi keterikatan antara beberapa ungkapan didalam suatu ayat, atau antar ayat pada beberapa ayat, atau antar surat (didalam Al-quran).”
c.       Menurut Ibnu Al-‘Arabi: “Munasabah adalah keterikatan ayat-ayat Al-quran sehingga seolah-olah merupakan satu ungkapan yang mempunyai kesatuan makna dan keteraturan redaksi. Munasabah merupakan ilmu yang sangat agung.”
d.      Menurut Al-Biqa’i: “Munasabah adalah suatu ilmu yang mencoba mengetahui alasan-alasan dibalik susunan atau urutan bagian-bagian Al-quran, baik ayat dengan ayat, atau surat dengan surat.”
3.      Macam-macam munasabah dibedakan menjadi dua segi, yaitu:
a.       Munasabah dari segi sifat atau keadaan, yang terbagi menjadi Zhahir al-ithibath (jelas) dan Kyafiyyu al-irtibath (tidak jelas).
b.      Munasabah dari segi materi, yang terbagi menjadi Munasabah antara ayat al-qur’an dan Munasabah antara surah al-qur’an.
4.      Urgensi mempelajari munasabah Al-Qur’an
a.       Dapat mengembangkan bagian anggapan orang bahwa tema-tema Al-Qur’an kehilangan relevansi antara satu bagian dan bagian yang lainnya.
b.      Mengetahui antar persambungan/ hubungan antara bagian Al-Qur’an, baik antara kalimat atau antar ayat maupun antar surat.
c.       Dapat diketahui mutu dan tingkat ke-balaghah-an bahasa Al-Qur’an dan konteks kalimat-kalimatnya yang satu dengan yang lain, serta persesuaian ayat atau surat yang satu dari yang lain.
d.      Dapat membantu dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an setelah diketahui hubungan suatu kalimat atau ayat dengan kalimat atau ayat yang lain.
e.       Mempermudah pemahaman Al-Qur’an.
f.        Membantu menfsirkan ayat-ayat Al-Qur’an setelah diketahui hubungannya.
g.      Menolak tuduhan bahwa susunan Al-Qur’an itu kacau


DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Rohison. 2007. Ulum Al-Qur’an. Bandung: Pustaka Setia.
Rahmawati, M. Gufron. 2017. Ulumul Qur’an: Paktis dan Mudah. Yogyakarta: Kalimedia.
Usman. 2009. Ulumul Qur’an. Yogyakarta: Teras.



[1] Rohison Anwar, Ulum Al-Qur’an, (Bandung: Pustaka Setia, 2007), hlm. 82.
[2] Rohison Anwar, Ulum Al-Qur’an, (Bandung: Pustaka Setia, 2007), hlm. 83.
[3] Usman, Ulumul Qur’an, (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm. 177.
[4] Usman, Ulumul Qur’an, (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm. 178.
[5] Usman, Ulumul Qur’an, (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm 171-172.
[6] Usman, Ulumul Qur’an, (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm. 172-182.
[7] Usman, Ulumul Qur’an, (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm. 182-185.
[8] Usman, Ulumul Qur’an, (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm. 186.
[9] Ibid, hlm. 188-189.
[10] Usman, Ulumul Qur’an, (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm. 190-192.
[11] Rohison Anwar, Ulum Al-Qur’an, (Bandung: Pustaka Setia, 2007), hlm. 95-96.
[12] M. Gufron dan Rahmawati, Ulumul Qur’an: Paktis dan Mudah, (Yogyakarta: Kalimedia, 2017), hlm. 95.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar