PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Hak merupakan
unsur normatif yang melekat pada manusia yang dalam penerapannya berada pada
ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan yang terkait dengan interaksinya
antara individu atau dengan instansi. Hak juga merupakan sesuatu yang harus
diperoleh. Masalah Hak Asasi Manusia adalah sesuatu yang sering kali dibicarakan
dan dibahas terutama dalam era reformasi ini.
Hak Asasi Manusia
lebih dijunjung tinggi dan lebih diperhatikan dalam era reformasi daripada era
sebelum reformasi. Secara teoritis Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat
dalam diri manusia yang bersifat kodrati dan fundamental sebagai suatu anugrah
Allah yang harus dihormati, dijaga, dan dilindungi.
Hakikat Hak Asasi
Manusia adalah merupakan upaya menjaga keselamatan eksistensi manusia secara
utuh melalui aksi keseimbangan antara kepentingan perseorangan dengan
kepentingan umum. Dasar dari semua hak asasi manusia adalah bahwa setiap
manusia harus memperoleh kesempatan untuk berkembang sesuai bakat dan
cita-citanya.
Sebagai warga
negara Indonesia, kita wajib menjunjung tinggi dan mengetahui tentang Hak Asasi
Manusia. Seperti yang kita ketahui di Indonesia masih terdapat pelaggaran
tentang Hak Asasi Manusia, padahal Hak Asasi Manusia itu merupakan hak yang
harus dihormati oleh setiap orang.
Karena rendahnya
kesadaran manusa akan Hak Asasi Manusia, maka penyusun membuat makalah ini,
supaya pembaca akan sadar akan betapa pentingnya Hak Asasi Manusia.
B.
Pokok Bahasan
1. Apa yang dimaksud dengan hakikat HAM, dan
apa saja bentuk-bentuknya?
2. Bagaimana sejarah perkembangan hak asasi
manusia?
3. Bagaimana pandangan Islam terkait konsep
hak asasi manusia?
PEMBAHASAN
A.
Hakikat dan Bentuk HAM
1. Hakikat Hak Asasi Manusia
Manusia
adalah makhluk yang diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan segala
kesempurnaanya. Salah satu kesempurnaan yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa kepada
manusia adalah “akal dan pikiran” yang membedakannya dengan makhluk lain. Sejak
diciptakan dan dilahirkan manusia telah dianugerahi hak-hak yang melekat pada
dirinya dan harus dihormati oleh manusia yang lainnya. Hak tersebut disebut
juga dengan hak asasi manusia (HAM).
Hak
asasi manusia adalah hak dasar atau hak pokok yang melekat pada diri manusia
sejak manusia diciptakan sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Hak yang
dimiliki setiap orang tentunya tidak dapat dilaksanakan sebebas-bebasnya,
karena ia berhadapan langsung dan harus menghormati hak yang dimiliki orang
lain. Hak asasi manusia terdiri atas dua hak yang paling fundamental, yaitu hak
persamaan dan hak kebebasan. Tanpa adanya kedua hak ini maka akan sangat sulit
untuk menegakkan hak asasi lainnya.[1]
Menurut
Teaching Human Rights yang
diterbitkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Hak Asasi Manusia (HAM)
adalah hak-hak yang melekat pada melekat pada setiap manusia, yang tanpanya
manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia.
Senada
dengan pengertian di atas adalah pernyataan awal Hak Asasi Manusia (HAM) yang
dikemukakan oleh John Locke, hak asasi manusia adalah hak-hak yang diberikan
langsung oleh Tuhan Yanng Maha Pencipta sebagai sesuatu yang bersifat kodrati.
Karena sifatnya yang demikian, maka tidak ada kekuasaan apa pun di dunia yang dapat mencabut hak asasi setiap manusia.[2]
Menurut
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Pasal 1 menyebutkan bahwa “Hak Asasi
Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada manusia sebagai makhluk
Tuhan yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung
tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi
kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”. Berdasarkan
rumusan-rumusan hak asasi manusia tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa HAM
merupakan hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati dan
fundamental sebagai suatu anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang harus dihormati,
dijaga, dan dilindungi oleh setiap individu, masyarakat, atau negara.[3]
2.
Bentuk-Bentuk
Hak Asasi Manusia
Secara
operasional, beberapa bentuk HAM yang terdapat dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM sebagai berikut:
a. Hak untuk hidup
b. Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan
c. Hak mengembangkan diri
d. Hak memperoleh keadilan
e. Hak atas kebebasan pribadi
f.
Hak
atas rasa aman
g. Hak atas kesejahteraan
h. Hak turut serta dalam pemerintahan
i.
Hak
wanita
j.
Hak
anak
Adapun Hak Asasi Manusia yang diatur
dalam Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 yang terdapat dalam Bab X A sebagai
berikut:
a. Hak untuk hidup dan mempertahankan
kehidupannya (Pasal 28 A)
b. Hak untuk membentuk keluarga dan
melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah (Pasal 28 B ayat 1)
c. Hak anak untuk kelangsungan hidup, tumbuh,
dan berkembang serta hak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi
(Pasal 28 B ayat 2)
d. Hak untuk mengembangkan diri melalui
pemenuhan kebutuhan dasar (Pasal 28 C ayat 1)
e. Hak untuk mendapatkan pendidikan dan
memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni, dan budaya (Pasal
28 C ayat 1)
f.
Hak
untuk mengajukan diri dalam memperjuangkan haknya secara kolektif (Pasal 28 C
ayat 2)
g. Hak atas pengakuan, jaminan perlindungan
dan kepastian hokum yang adil dan perlakuan yang sama di depan hokum (Pasal 28
D ayat 1)
h. Hak untuk bekerja dan mendapat imbalan
serta perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja (Pasal 28 D ayat 3)
i.
Hak
untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan (Pasal 28 D ayat 3)
j.
Hak
atas status kewarganegaraan (Pasal 28 D ayat 4)
k. Hak kebebasan untuk memeluk agama dan
beribadah menurut agamanya (Pasal 28 E ayat 1)
l.
Hak
memilih pekerjaan (Pasal 28 E ayat 1)
m. Hak memilih kewarganegaraan (Pasal 28 E
ayat 1)
n. Hak memilih tempat tinggal di wilayah
negara dan meninggalkannya, serta berhak untuk kembali (Pasal 28 E ayat 1)
o. Hak kebebasan untuk meyakini kepercayaan,
menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan hati nuraninya (Pasal 28 E ayat 2)
p. Hak kebebasan untuk berserikat, berkumpul
dan mengeluarkan pendapat (Pasal 28 E ayat 3)
q. Hak untuk berkomunikasi dan memperoleh
informasi (Pasal 28 F)
r.
Hak
atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda
(Pasal 28 G ayat 1)
s. Hak atas rasa aman dan perlindungan dari
ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak
asasi manusia (Pasal 28 G ayat 1)
t.
Hak
untuk bebas dari penyiksaan (tortue)
dan perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia (Pasal 28 G ayat 2)
u. Hak untuk hidup sejahtera lahir dan batin,
bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat (Pasal
28 H ayat 1)
v. Hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan
(Pasal 28 H ayat 1)
w. Hak untuk mendapat kemudahan dan perlakuan
khusus guna mencapai persamaan dan keadilan (Pasal 28 H ayat 2)
x. Hak atas jaminan sosial (Pasal 28 H ayat
3)
y. Hak atas milik pribadi yang tidak boleh
diambil alih sewenang-wenang oleh siapapun (Pasal 28 H ayat 4)
z. Hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum
yang berlaku surut (retroaktif) (Pasal 28 I ayat 1)[4]
B. Sejarah
Perkembangan HAM
1. Sebelum Deklarasi Universal HAM 1948
Sejarah perkembangan HAM bermula dari
kawasan Eropa. Kemunculannya dimulai dengan lahirnya Magna Charta yang
menbatasi kekuasaan absolut para penguasa atau raja-raja. Sejak lahirnya Magna
Charta tahun 1215 raja yang melanggar kekuasaan harus diadili dan
mempertanggung jawabkan kebijakaan pemerintahannya dihadapan parlemen.
Secara politis, lahirnya Magna Charta
merupakan cikal bakal lahirnya Monarki
konstitusional politik. Pada tahun 1689 lahir UU HAM di Inggris. Pada masa ini
muncul istilah manusia adalah sama
dimuka hukum (Equality before the Law). Pandangan ini mendorong timbulnya wacana negara hukum dan
negara demokrasi. Yang selanjutnya diikuti oleh lahirnya Teori Sosial di Eropa
dan Amerika.
Pada tahun 1879 lahir Deklarasi
Prancis (The French Declaration). Demokrasi ini memuat atura-atuaran
hukum yang menjamin Hak Asasi Manusia dalam proses hukum seperti larangan penangkapan
dan penahanan seseorang sewenang-wenang tanpa alasan yang sah atau penahan
tanpa surat perintah yang dikeluarkan oleh lembaga hukum yang berwenang.
Perkembangan HAM selanjutnya ditandai
oleh munculnya wacana hak kebebasan manusia di Amerika pada 6 Januari 1941,
keempat hak itu adalah: hak kebebasan berbicara dan menyatakan pendapat; hak
kebebasan memeluk agama dan beribadah sesuai ajaran agama yang dipeluknya; hak
kebebasan dari kemiskinan; dan hak kebebasan dari rasa takut.
Tiga tahun kemudian dalam Konverensi
Buruh Internasional di Philadelphia, Amerika Serikat, dihasilkan sebuah
deklarasi HAM. Deklarasi ini memuat pentingnya menciptakan kedamaian dunia
berdasarkan keadilan sosial dan perlindungan seluruh manusia atau pun ras,
kepercayaan, dan jenis kelaminnya.[5]
2. Setelah Deklarasi
Universal HAM 1948
Secara garis besar perkembangan
pemikiran tentang HAM dibagi menjadi empat kurun generasi:
Generasi pertama, menurut generasi
ini pengertian HAM hanya berpusat pada bidang hukum dan politik.
Generasi kedua, pemikiran yang tidak
saja menuntut hak yuridis seperti yang dikampanyekan generasi pertama, tetapi
juga menyerukan hak-hak sosial, ekonomi, politik, dan budaya.
Generasi ketiga, generasi ini
menyerukan wacana kesatuan HAM anatara hak ekonomi, sosial, politik, budaya,
dan hukum dalam suatu bagian integral yang dikenal dalam istilah hak-hak dalam
melaksanakan pembangunan.
Generasi keempat, peran dominan
negara dalam proses pembanagunan ekonomi dan kecenderungan pengabaian aspek
kesejahteraan rakyat mendapat sorotan tajam kalangan generasi HAM ini.[6]
3. Perkembangan HAM di Indonesia:
a. Periode sebelum kemerdekaan
(1945)
Dalam
sejarah pemikiran HAM di
Indonesia, Boedi Oetomo meupakan
organisasi pengerak nasional pertama yang menyuarakan kesadaran berserikat dan
mengeluarkan pendapat melalui petisi-petisi yang ditunjukan kepada pemerintah
kolonial maupun lewat surat kabar. Inti dari perjuangan Boedi Oetomo
adalah perjuangan akan kebebasan
berserikat atau pendapat melalui organisasi massa dan konsep perwakilan rakyat.
b. Periode setelah kemerdekaan (1945-sekarang)
1. Periode 1945-1950
Pemikiran HAM pada periode awal pasca
kemerdekaan masih menekankan pada wacana hak untuk merdeka, hak kebebasan untuk
berserikat melalui organisasi politik yang didirikan serta kebebasan untuk
menyampaikan pendapat terutama di parlemen. Sepanjang periode ini, wacana HAM
masih didirikan pada:
a. Bidang sipil dan politik
b. bidang ekonomi, sosial, dan
budaya.
2. Periode 1950-1959
Dikenal dengan masa demokrasi parlementer.
Sejarah pemikiran HAM pada masa ini dicatat sebagai masa yang sangat kondusif
bagi sejarah perjalanan HAM di Indonesia.
3. Periode 1959-1966
Merupakan masa berakhirnya demokrasi
liberal, digantikan oleh sistem demokrasi terpimpin yang terpusat pada
kekuasaan presiden Soekarno. Melalui sistem demokrasi terpimpin kekuasaan
terpusat ditangan presiden. Presiden tidak dapat dikontrol oleh parlemen,
sebaliknya parlemen dikendalikan oleh presiden. Kekuasan presien Soekarno
bersifat absolut, bukan dinobatkan sebagai presiden RI seumur hidup.
4. Periode 1966-1998
Pada mulanya, lahirnya Orde Baru
menjanjikan harapan baru bagi penegakkan HAM di Indonesia. Orde Baru telah
menolehkan sejarah hitam pelanggaran HAM di Indonesia sepanjang sejarah
Indonesia modem. Pada tahun 1987 Orde Baru merekomendasikan gagasan tentang
perlunya pembentukan pengadilan HAM.
Sejak awal 1970-an hingga 1980-an
pelakanaan HAM di Indonesia mengalami kemunduran yang sangat pesat.
5. Pasca Orde Baru
Tahun 1998 adalah era paling perih tentang
sejarah HAM di Indonesia. Lengsernya tampak kekuasan Orde Baru sekaligus
menandai berakhirnya rezim militer di Indonesia dan datangnya era demokrasi dan
HAM, setelah 30 tahun lebih terpasung dibawah rezim otoriter Orde Baru.[7]
Komitmen pemerintahan terhadap
penegakkan HAM, juga ditunjukkan dengan pengesahan UU No. 39 Tahun 1999 dan
diamandemennya UUD 1945 serta dikeluarkannya Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat Republik Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan HAM semakin
pesat. [8]
C. Hak Asasi Manusia Dalam Konsep Islam
Islam
adalah agama universal yang mengajarkan keadilan bagi semua manusia tanpa
pandang bulu. Sebagai agama kemanusiaan, Islam meletakkan manusia pada posisi
yang sangat mulia. Manusia digambarkan oleh Al-qur’an sebagai mahluk yang
paling sempurna dan harus dimuliakan. Bersandar dari pandangan kitab suci ini,
perlindungan dan pengormatan tentang Hak Asasi Manusia tidak lain merupakan
tuntutan dari ajaran Islam yang wajib dilaksanakan oleh setiap pemeluknya.
Dalam
Islam, sebagaimana dinyatakan oleh Abu A’la al-Maududi, HAM adalah hak kodrati
yang dianugerahkan oleh Allah SWT kepad setiap manusia yang tidak dapat dicabut
atau dikurangi oleh kekuasaan atau badan apa pun. Hak-hak yang diberikan Allah
itu bersifat permanen dan kekal.
Terdapat tiga bentuk hak asasi
manusia dalam Islam. Pertama, hak dasar (hak daruri), sesuatu
dianggap hak dasar apabila hak tersebut dilanggar bukan hanya membuat manusia
sengsara, tetapi juga hilang eksistensinya, bahkan hilang harkat
kemanusiaannya. Contoh sederhana hak ini di antaranya hak untuk hidup, hak atas
keamanan, dan hak untuk memiliki harta benda. Kedua, hak sekunder yakni
hak-hak ynag apabila tidak dipenuhi akan berakibat pada hilangnya hak-hak
dasarnya sebagai manusia. Misalnya, jika seseorang kehilangan haknya untuk
memperoleh sandang pangan yang layak maka akan berakibat hilangnya hak hidup. Ketiga,
hak tersier yakni hak yang tingkatannya lebih rendah dari hak primer dan hak
sekunder.
Konsepsi Islam tentang HAM dapat
dijumpai dalam sumber utama Islam, Al-Qur’an dan hadits. Ada pun implementasi
HAM dapat dirujuk pada praktik kehidupan sehari-hari Nabi Muhammad SAW, yang
dikenal dengan sebutan Sunnah (tradisi) Nabi Muhammad SAW.[9]
1.
Islam dan Gender
Dalam wacana hubungan Islam dan kesetaraaan gender,
Islam memandang perempuan mempunyai hak dan kewajiban yang sama seperti laki-laki.
Kualitas manusia dalam Islam terletak pada prestasi seseorang tanpa mengenal
perbedaan jenis kelamin. Kedudukan laki-laki dan perempuan adalah sama di
hadapan Allah SWT (QS. 4: 3). Islam mengakui kedudukan antara laki-laki dan
perempuan adalah sama. Keduanya diciptakan dari satu nafs (living
entity), di mana yang satu tidak memiliki keunggulan atas yang lain.
Al-Qur’an sendiri tidak menjelaskan secara tegas menjelaskan bahwa Hawa
diciptakan dari tulang rusuk Nabi Adam sehingga kedudukan dan statusnya lebih
rendah.
2.
Islam dan Kebebasan Beragama
Kebebasan berkeyakinan merupakan salah satu ajaran
Islam yang sangat sarat dengan prinsip universal HAM tentang kebebasan manusia
untuk beragama atau sebaliknya. Karenanya, pemaksaan keyakinan beragama tidak
saja bertentangan dengan prinsip HAM, tetapi juga tidak pernah diajarkan oleh
Islam. (QS. 2: 256). Ajaran berdakwah dalam Islam harus dilakukan dengan cara
bijak dan dialogis, dan harus menghindari hal-hal yang bersifat menistakan
ajaran, simbol, dan tokoh-tokoh agama lain.
3.
Islam, HAM, dan Isu dan Lingkungan Hidup
Selain
sebagai agama yang menjunjung tinggi prinsip-prinsip keadilan gender dan
kebebasan keadilan, Islam sangat mengencam segala perbuatan manusia yang
merusak ekosistem bumi atau lingkungan hidup (QS. 30: 41). Bumi dan segala
isinya adalah titipan Allah kepada umat manusia, yang harus dipelihara
kelestarian dan kemanfaatannya bagi kesejahteraan hidup manusia. Untuk itu,
tindakan merusak kelestarian lingkungan hidup tidak diperbolehkan. Karena
termasuk pelanggaran terhadap HAM dalam konsep Islam.[10]
KESIMPULAN
Kesimpulan
dari makalah ini yaitu:
1. Hakikat HAM adalah hak dasar atau
hak pokok yang melekat pada diri manusia sejak manusia diciptakan sebagai anugerah
Tuhan Yang Maha Esa.
2. Sejarah HAM dimulai sebelum
Deklarasi Universal HAM dan mengalami perkembangan yang pesat hingga saat ini
dengan adanya landasan hukum.
3. Hak Asasi Manusia tidak lain
merupakan tuntutan dari ajaran Islam yang wajib dilaksanakan oleh setiap
pemeluknya.
DAFTAR PUSTAKA
A. Ubaedillah, dkk. 2003.
Pendidikan Kewarga[negara]an (Civic
Education) Pancasila, Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani Edisi
Revisi. Jakarta: Prenadamedia Group.
Komaruddin Hidayat,
dkk. 2006. Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani. Jakarta:
ICCE UIN Syarif Hidayatullah.
Nuryadi, dkk. 2014. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.
Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Rozali Abdullah, dkk. 2002. Perkembangan Hak Asasi Manusia dan
Keberadaan Peradilan Hak Asasi Manusia di Indonesia. Jakarta: Ghalia
Indonesia.
[1] Nuryadi
dan Tolib, Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan, (Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2014),
hlm 5.
[2] A.
Ubaedillah dan Abdul Rozak, Pendidikan
Kewarga[negara]an (Civic Education) Pancasila, Demokrasi, Hak Asasi Manusia,
dan Masyarakat Madani Edisi Revisi, (Jakarta: Prenadamedia Group,2003), hlm
148.
[3] Nuryadi
dan Tolib, Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan, (Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,2014), hlm
6.
[4]Komaruddin
Hidayat dan Azyumardi Azra, Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat
Madani, (Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah,2006), hlm 267-268.
[5] Komaruddin Hidayat dan Azyumardi Azra, Demokrasi, Hak Asasi
Manusia, dan Masyarakat Madani, (Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah,2006),
hlm 252-256.
[6]Komaruddin
Hidayat dan Azyumardi Azra, Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat
Madani, (Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah,2006), hlm 256-259.
[7] Komaruddin Hidayat dan Azyumardi Azra, Demokrasi, Hak Asasi
Manusia, dan Masyarakat Madani, (Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah,
2006), hlm 259-266.
[8] Rozali Abdullah dan Syamsir, Perkembangan Hak Asasi Manusia dan
Keberadaan Peradilan Hak Asasi Manusia di Indonesia, (Jakarta: Ghalia
Indonesia, 2002), hlm 16.
[9] A.
Ubaedillah dan Abdul Rozak, Pendidikan
Kewarga[negara]an (Civic Education) Pancasila, Demokrasi, Hak Asasi Manusia,
dan Masyarakat Madani Edisi Revisi, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2003),
hlm 165.
[10] A.
Ubaedillah dan Abdul Rozak, Pendidikan
Kewarga[negara]an (Civic Education) Pancasila, Demokrasi, Hak Asasi Manusia,
dan Masyarakat Madani Edisi Revisi, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2003),
hlm 168-170.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar