Rabu, 07 November 2018

MAKALAH PPKn - HAKIKAT, BENTUK, DAN SEJARAH HAK ASASI MANUSIA SERTA HAK ASASI MANUSIA DALAM KONSEP ISLAM


PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada manusia yang dalam penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan yang terkait dengan interaksinya antara individu atau dengan instansi. Hak juga merupakan sesuatu yang harus diperoleh. Masalah Hak Asasi Manusia adalah sesuatu yang sering kali dibicarakan dan dibahas terutama dalam era reformasi ini.
Hak Asasi Manusia lebih dijunjung tinggi dan lebih diperhatikan dalam era reformasi daripada era sebelum reformasi. Secara teoritis Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat dalam diri manusia yang bersifat kodrati dan fundamental sebagai suatu anugrah Allah yang harus dihormati, dijaga, dan dilindungi.
Hakikat Hak Asasi Manusia adalah merupakan upaya menjaga keselamatan eksistensi manusia secara utuh melalui aksi keseimbangan antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum. Dasar dari semua hak asasi manusia adalah bahwa setiap manusia harus memperoleh kesempatan untuk berkembang sesuai bakat dan cita-citanya.
Sebagai warga negara Indonesia, kita wajib menjunjung tinggi dan mengetahui tentang Hak Asasi Manusia. Seperti yang kita ketahui di Indonesia masih terdapat pelaggaran tentang Hak Asasi Manusia, padahal Hak Asasi Manusia itu merupakan hak yang harus dihormati oleh setiap orang.
Karena rendahnya kesadaran manusa akan Hak Asasi Manusia, maka penyusun membuat makalah ini, supaya pembaca akan sadar akan betapa pentingnya Hak Asasi Manusia.

B.     Pokok Bahasan
1.      Apa yang dimaksud dengan hakikat HAM, dan apa saja bentuk-bentuknya?
2.      Bagaimana sejarah perkembangan hak asasi manusia?
3.      Bagaimana pandangan Islam terkait konsep hak asasi manusia?

PEMBAHASAN

A.    Hakikat dan Bentuk HAM
1.      Hakikat Hak Asasi Manusia
Manusia adalah makhluk yang diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan segala kesempurnaanya. Salah satu kesempurnaan yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa kepada manusia adalah “akal dan pikiran” yang membedakannya dengan makhluk lain. Sejak diciptakan dan dilahirkan manusia telah dianugerahi hak-hak yang melekat pada dirinya dan harus dihormati oleh manusia yang lainnya. Hak tersebut disebut juga dengan hak asasi manusia (HAM).
Hak asasi manusia adalah hak dasar atau hak pokok yang melekat pada diri manusia sejak manusia diciptakan sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Hak yang dimiliki setiap orang tentunya tidak dapat dilaksanakan sebebas-bebasnya, karena ia berhadapan langsung dan harus menghormati hak yang dimiliki orang lain. Hak asasi manusia terdiri atas dua hak yang paling fundamental, yaitu hak persamaan dan hak kebebasan. Tanpa adanya kedua hak ini maka akan sangat sulit untuk menegakkan hak asasi lainnya.[1]
Menurut Teaching Human Rights yang diterbitkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak-hak yang melekat pada melekat pada setiap manusia, yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia.
Senada dengan pengertian di atas adalah pernyataan awal Hak Asasi Manusia (HAM) yang dikemukakan oleh John Locke, hak asasi manusia adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yanng Maha Pencipta sebagai sesuatu yang bersifat kodrati. Karena sifatnya yang demikian, maka tidak ada kekuasaan apa pun di dunia  yang dapat mencabut hak asasi setiap manusia.[2]
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 1 menyebutkan bahwa “Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada manusia sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”. Berdasarkan rumusan-rumusan hak asasi manusia tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa HAM merupakan hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati dan fundamental sebagai suatu anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang harus dihormati, dijaga, dan dilindungi oleh setiap individu, masyarakat, atau negara.[3]

2.      Bentuk-Bentuk Hak Asasi Manusia
Secara operasional, beberapa bentuk HAM yang terdapat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM sebagai berikut:
a.       Hak untuk hidup
b.      Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan
c.       Hak mengembangkan diri
d.      Hak memperoleh keadilan
e.       Hak atas kebebasan pribadi
f.        Hak atas rasa aman
g.      Hak atas kesejahteraan
h.      Hak turut serta dalam pemerintahan
i.        Hak wanita
j.        Hak anak
Adapun Hak Asasi Manusia yang diatur dalam Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 yang terdapat dalam Bab X A sebagai berikut:
a.       Hak untuk hidup dan mempertahankan kehidupannya (Pasal 28 A)
b.      Hak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah (Pasal 28 B ayat 1)
c.       Hak anak untuk kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta hak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi (Pasal 28 B ayat 2)
d.      Hak untuk mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasar (Pasal 28 C ayat 1)
e.       Hak untuk mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni, dan budaya (Pasal 28 C ayat 1)
f.        Hak untuk mengajukan diri dalam memperjuangkan haknya secara kolektif (Pasal 28 C ayat 2)
g.      Hak atas pengakuan, jaminan perlindungan dan kepastian hokum yang adil dan perlakuan yang sama di depan hokum (Pasal 28 D ayat 1)
h.      Hak untuk bekerja dan mendapat imbalan serta perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja (Pasal 28 D ayat 3)
i.        Hak untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan (Pasal 28 D ayat 3)
j.        Hak atas status kewarganegaraan (Pasal 28 D ayat 4)
k.      Hak kebebasan untuk memeluk agama dan beribadah menurut agamanya (Pasal 28 E ayat 1)
l.        Hak memilih pekerjaan (Pasal 28 E ayat 1)
m.    Hak memilih kewarganegaraan (Pasal 28 E ayat 1)
n.      Hak memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak untuk kembali (Pasal 28 E ayat 1)
o.      Hak kebebasan untuk meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan hati nuraninya (Pasal 28 E ayat 2)
p.      Hak kebebasan untuk berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat (Pasal 28 E ayat 3)
q.      Hak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi (Pasal 28 F)
r.        Hak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda (Pasal 28 G ayat 1)
s.       Hak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi manusia (Pasal 28 G ayat 1)
t.        Hak untuk bebas dari penyiksaan (tortue) dan perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia (Pasal 28 G ayat 2)
u.      Hak untuk hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat (Pasal 28 H ayat 1)
v.      Hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan (Pasal 28 H ayat 1)
w.    Hak untuk mendapat kemudahan dan perlakuan khusus guna mencapai persamaan dan keadilan (Pasal 28 H ayat 2)
x.      Hak atas jaminan sosial (Pasal 28 H ayat 3)
y.      Hak atas milik pribadi yang tidak boleh diambil alih sewenang-wenang oleh siapapun (Pasal 28 H ayat 4)
z.       Hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut (retroaktif) (Pasal 28 I ayat 1)[4]

B.      Sejarah Perkembangan HAM
1. Sebelum Deklarasi Universal  HAM 1948
Sejarah perkembangan HAM bermula dari kawasan Eropa. Kemunculannya dimulai dengan lahirnya Magna Charta yang menbatasi kekuasaan absolut para penguasa atau raja-raja. Sejak lahirnya Magna Charta tahun 1215 raja yang melanggar kekuasaan harus diadili dan mempertanggung jawabkan kebijakaan pemerintahannya dihadapan parlemen.
Secara politis, lahirnya Magna Charta merupakan  cikal bakal lahirnya Monarki konstitusional politik. Pada tahun 1689 lahir UU HAM di Inggris. Pada masa ini muncul istilah manusia adalah  sama dimuka hukum (Equality before the Law). Pandangan ini  mendorong timbulnya wacana negara hukum dan negara demokrasi. Yang selanjutnya diikuti oleh lahirnya Teori Sosial di Eropa dan Amerika.
Pada tahun 1879 lahir Deklarasi Prancis (The French Declaration). Demokrasi ini memuat atura-atuaran hukum yang menjamin Hak Asasi Manusia dalam proses hukum seperti larangan penangkapan dan penahanan seseorang sewenang-wenang tanpa alasan yang sah atau penahan tanpa surat perintah yang dikeluarkan oleh lembaga hukum yang berwenang. 
Perkembangan HAM selanjutnya ditandai oleh munculnya wacana hak kebebasan manusia di Amerika pada 6 Januari 1941, keempat hak itu adalah: hak kebebasan berbicara dan menyatakan pendapat; hak kebebasan memeluk agama dan beribadah sesuai ajaran agama yang dipeluknya; hak kebebasan dari kemiskinan; dan hak kebebasan dari rasa takut.
Tiga tahun kemudian dalam Konverensi Buruh Internasional di Philadelphia, Amerika Serikat, dihasilkan sebuah deklarasi HAM. Deklarasi ini memuat pentingnya menciptakan kedamaian dunia berdasarkan keadilan sosial dan perlindungan seluruh manusia atau pun ras, kepercayaan, dan jenis kelaminnya.[5]
2. Setelah Deklarasi Universal HAM 1948
Secara garis besar perkembangan pemikiran tentang HAM dibagi menjadi empat kurun generasi:
Generasi pertama, menurut generasi ini pengertian HAM hanya berpusat pada bidang hukum dan politik.
Generasi kedua, pemikiran yang tidak saja menuntut hak yuridis seperti yang dikampanyekan generasi pertama, tetapi juga menyerukan hak-hak sosial, ekonomi, politik, dan budaya.
Generasi ketiga, generasi ini menyerukan wacana kesatuan HAM anatara hak ekonomi, sosial, politik, budaya, dan hukum dalam suatu bagian integral yang dikenal dalam istilah hak-hak dalam melaksanakan pembangunan.
Generasi keempat, peran dominan negara dalam proses pembanagunan ekonomi dan kecenderungan pengabaian aspek kesejahteraan rakyat mendapat sorotan tajam kalangan generasi HAM ini.[6]
3. Perkembangan HAM di Indonesia:
a. Periode sebelum kemerdekaan (1945) 
Dalam  sejarah pemikiran  HAM di Indonesia,  Boedi Oetomo meupakan organisasi pengerak nasional pertama yang menyuarakan kesadaran berserikat dan mengeluarkan pendapat melalui petisi-petisi yang ditunjukan kepada pemerintah kolonial maupun lewat surat kabar. Inti dari perjuangan Boedi Oetomo adalah   perjuangan akan kebebasan berserikat atau pendapat melalui organisasi massa dan konsep perwakilan rakyat.
b. Periode setelah kemerdekaan (1945-sekarang)
1. Periode 1945-1950
Pemikiran HAM pada periode awal pasca kemerdekaan masih menekankan pada wacana hak untuk merdeka, hak kebebasan untuk berserikat melalui organisasi politik yang didirikan serta kebebasan untuk menyampaikan pendapat terutama di parlemen. Sepanjang periode ini, wacana HAM masih didirikan pada:
a. Bidang sipil dan politik
b. bidang ekonomi, sosial, dan budaya.
2. Periode 1950-1959
Dikenal dengan masa demokrasi parlementer. Sejarah pemikiran HAM pada masa ini dicatat sebagai masa yang sangat kondusif bagi sejarah perjalanan HAM di Indonesia.
3. Periode 1959-1966
Merupakan masa berakhirnya demokrasi liberal, digantikan oleh sistem demokrasi terpimpin yang terpusat pada kekuasaan presiden Soekarno. Melalui sistem demokrasi terpimpin kekuasaan terpusat ditangan presiden. Presiden tidak dapat dikontrol oleh parlemen, sebaliknya parlemen dikendalikan oleh presiden. Kekuasan presien Soekarno bersifat absolut, bukan dinobatkan sebagai presiden RI seumur hidup.
4. Periode 1966-1998
Pada mulanya, lahirnya Orde Baru menjanjikan harapan baru bagi penegakkan HAM di Indonesia. Orde Baru telah menolehkan sejarah hitam pelanggaran HAM di Indonesia sepanjang sejarah Indonesia modem. Pada tahun 1987 Orde Baru merekomendasikan gagasan tentang perlunya pembentukan pengadilan HAM.
Sejak awal 1970-an hingga 1980-an pelakanaan HAM di Indonesia mengalami kemunduran yang sangat pesat.
5. Pasca Orde Baru
Tahun 1998 adalah era paling perih tentang sejarah HAM di Indonesia. Lengsernya tampak kekuasan Orde Baru sekaligus menandai berakhirnya rezim militer di Indonesia dan datangnya era demokrasi dan HAM, setelah 30 tahun lebih terpasung dibawah rezim otoriter Orde Baru.[7]
Komitmen pemerintahan terhadap penegakkan HAM, juga ditunjukkan dengan pengesahan UU No. 39 Tahun 1999 dan diamandemennya UUD 1945 serta dikeluarkannya Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan HAM semakin pesat. [8]

C.        Hak Asasi Manusia Dalam Konsep Islam
            Islam adalah agama universal yang mengajarkan keadilan bagi semua manusia tanpa pandang bulu. Sebagai agama kemanusiaan, Islam meletakkan manusia pada posisi yang sangat mulia. Manusia digambarkan oleh Al-qur’an sebagai mahluk yang paling sempurna dan harus dimuliakan. Bersandar dari pandangan kitab suci ini, perlindungan dan pengormatan tentang Hak Asasi Manusia tidak lain merupakan tuntutan dari ajaran Islam yang wajib dilaksanakan oleh setiap pemeluknya.
            Dalam Islam, sebagaimana dinyatakan oleh Abu A’la al-Maududi, HAM adalah hak kodrati yang dianugerahkan oleh Allah SWT kepad setiap manusia yang tidak dapat dicabut atau dikurangi oleh kekuasaan atau badan apa pun. Hak-hak yang diberikan Allah itu bersifat permanen dan kekal.
            Terdapat tiga bentuk hak asasi manusia dalam Islam. Pertama, hak dasar (hak daruri), sesuatu dianggap hak dasar apabila hak tersebut dilanggar bukan hanya membuat manusia sengsara, tetapi juga hilang eksistensinya, bahkan hilang harkat kemanusiaannya. Contoh sederhana hak ini di antaranya hak untuk hidup, hak atas keamanan, dan hak untuk memiliki harta benda. Kedua, hak sekunder yakni hak-hak ynag apabila tidak dipenuhi akan berakibat pada hilangnya hak-hak dasarnya sebagai manusia. Misalnya, jika seseorang kehilangan haknya untuk memperoleh sandang pangan yang layak maka akan berakibat hilangnya hak hidup. Ketiga, hak tersier yakni hak yang tingkatannya lebih rendah dari hak primer dan hak sekunder.
            Konsepsi Islam tentang HAM dapat dijumpai dalam sumber utama Islam, Al-Qur’an dan hadits. Ada pun implementasi HAM dapat dirujuk pada praktik kehidupan sehari-hari Nabi Muhammad SAW, yang dikenal dengan sebutan Sunnah (tradisi) Nabi Muhammad SAW.[9]
1. Islam dan Gender
Dalam wacana hubungan Islam dan kesetaraaan gender, Islam memandang perempuan mempunyai hak dan kewajiban yang sama seperti laki-laki. Kualitas manusia dalam Islam terletak pada prestasi seseorang tanpa mengenal perbedaan jenis kelamin. Kedudukan laki-laki dan perempuan adalah sama di hadapan Allah SWT (QS. 4: 3). Islam mengakui kedudukan antara laki-laki dan perempuan adalah sama. Keduanya diciptakan dari satu nafs (living entity), di mana yang satu tidak memiliki keunggulan atas yang lain. Al-Qur’an sendiri tidak menjelaskan secara tegas menjelaskan bahwa Hawa diciptakan dari tulang rusuk Nabi Adam sehingga kedudukan dan statusnya lebih rendah.
2. Islam dan Kebebasan Beragama
Kebebasan berkeyakinan merupakan salah satu ajaran Islam yang sangat sarat dengan prinsip universal HAM tentang kebebasan manusia untuk beragama atau sebaliknya. Karenanya, pemaksaan keyakinan beragama tidak saja bertentangan dengan prinsip HAM, tetapi juga tidak pernah diajarkan oleh Islam. (QS. 2: 256). Ajaran berdakwah dalam Islam harus dilakukan dengan cara bijak dan dialogis, dan harus menghindari hal-hal yang bersifat menistakan ajaran, simbol, dan tokoh-tokoh agama lain.
3. Islam, HAM, dan Isu dan Lingkungan Hidup
            Selain sebagai agama yang menjunjung tinggi prinsip-prinsip keadilan gender dan kebebasan keadilan, Islam sangat mengencam segala perbuatan manusia yang merusak ekosistem bumi atau lingkungan hidup (QS. 30: 41). Bumi dan segala isinya adalah titipan Allah kepada umat manusia, yang harus dipelihara kelestarian dan kemanfaatannya bagi kesejahteraan hidup manusia. Untuk itu, tindakan merusak kelestarian lingkungan hidup tidak diperbolehkan. Karena termasuk pelanggaran terhadap HAM dalam konsep Islam.[10]

KESIMPULAN

Kesimpulan dari makalah ini yaitu:
1. Hakikat HAM adalah hak dasar atau hak pokok yang melekat pada diri manusia sejak manusia diciptakan sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa.
2. Sejarah HAM dimulai sebelum Deklarasi Universal HAM dan mengalami perkembangan yang pesat hingga saat ini dengan adanya landasan hukum.
3. Hak Asasi Manusia tidak lain merupakan tuntutan dari ajaran Islam yang wajib dilaksanakan oleh setiap pemeluknya.



DAFTAR PUSTAKA

A. Ubaedillah, dkk. 2003. Pendidikan Kewarga[negara]an (Civic Education) Pancasila, Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani Edisi Revisi. Jakarta: Prenadamedia Group.
Komaruddin Hidayat, dkk. 2006. Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani. Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah.
Nuryadi, dkk. 2014. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Rozali Abdullah, dkk. 2002. Perkembangan Hak Asasi Manusia dan Keberadaan Peradilan Hak Asasi Manusia di Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia.






[1] Nuryadi dan Tolib, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, (Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2014), hlm 5.
[2] A. Ubaedillah dan Abdul Rozak, Pendidikan Kewarga[negara]an (Civic Education) Pancasila, Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani Edisi Revisi, (Jakarta: Prenadamedia Group,2003), hlm 148.
[3] Nuryadi dan Tolib, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, (Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,2014), hlm 6.
[4]Komaruddin Hidayat dan Azyumardi Azra, Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani, (Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah,2006), hlm 267-268.
[5] Komaruddin Hidayat dan Azyumardi Azra, Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani, (Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah,2006), hlm 252-256.
[6]Komaruddin Hidayat dan Azyumardi Azra, Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani, (Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah,2006), hlm 256-259.
[7] Komaruddin Hidayat dan Azyumardi Azra, Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani, (Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah, 2006), hlm 259-266.
[8] Rozali Abdullah dan Syamsir, Perkembangan Hak Asasi Manusia dan Keberadaan Peradilan Hak Asasi Manusia di Indonesia, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002), hlm 16.
[9] A. Ubaedillah dan Abdul Rozak, Pendidikan Kewarga[negara]an (Civic Education) Pancasila, Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani Edisi Revisi, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2003), hlm 165.
[10] A. Ubaedillah dan Abdul Rozak, Pendidikan Kewarga[negara]an (Civic Education) Pancasila, Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani Edisi Revisi, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2003), hlm 168-170.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar